0
Home  ›  Artikel  ›  Pendidikan

Penjurusan IPA-IPS akan Dihidupkan Kembali: Pro dan Kontra dalam Dunia Pendidikan Indonesia

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) di bawah kepemimpinan Abdul Mu'ti berencana menghidupkan kembali sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mulai tahun ajaran 2025/2026. Rencana ini menuai berbagai tanggapan dari kalangan pendidik, pengamat, hingga siswa sendiri.

Latar Belakang Kebijakan

Sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa yang akan diberlakukan kembali ini sebelumnya telah dihapuskan pada era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim melalui Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024. Kebijakan penghapusan penjurusan tersebut secara formal baru diberlakukan tahun lalu sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.

Abdul Mu'ti menyatakan: 
"Ini bocoran, jurusan akan kita hidupkan lagi, nanti akan ada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa." 
Pernyataan ini disampaikan saat diskusi dengan media di Jakarta, Jumat (11/4/2025). [Kompas.id]

Alasan Menghidupkan Kembali Penjurusan

  1. Sinkronisasi dengan Perguruan Tinggi: Mu'ti mendapatkan masukan dari Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) bahwa banyak mahasiswa baru diterima di program studi yang tidak sesuai dengan kemampuan akademiknya selama di SMA.
  2. Kesiapan Tes Kemampuan Akademik (TKA): Penjurusan ini akan mendukung pelaksanaan TKA yang akan digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi. TKA ini akan mulai diuji coba pada bulan November 2025.
  3. Kejelasan Bakat dan Minat: Dengan kembalinya penjurusan, diharapkan bisa memberikan gambaran yang lebih jelas terkait kemampuan murid dan kecocokannya dengan program studi yang dipilih pada jenjang perguruan tinggi.
  4. Kemudahan Perpindahan Siswa: Menurut Kepala Disdikbud Jateng, Uswatun Hasanah, tanpa penjurusan, sekolah mengalami kesulitan saat ada perpindahan siswa, terutama jika mata pelajaran pilihan dari sekolah sebelumnya tidak tersedia di sekolah tujuan.

Dukungan terhadap Kebijakan

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan dukungannya terhadap rencana ini. Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan:

"Harapan agar siswa menguasai semua ilmu itu baik, tapi jika tidak siap yang terjadi malah siswa tidak mendapatkan ilmu apa-apa atau hanya sedikit. Jadi dengan adanya penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa itu bagus agar siswa bisa mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya dan menjadi ahli." [Liputan6]

Guru Geografi SMA Pangudi Luhur II Servasius Bekasi, Ignasius Sudaryanto, juga mendukung dengan menyatakan:

"Saya sangat setuju kalau penjurusan/pemilihan mata pelajaran dikembalikan seperti dulu yaitu jurusan IPA, IPS dan Bahasa. Hal ini akan membuat siswa lebih fokus belajar, dan sekolah lebih mudah mengelola tenaga pendidik."

Kritik terhadap Kebijakan

Sejumlah pengamat pendidikan mengkritik rencana ini dan menganggapnya sebagai kemunduran dalam dunia pendidikan Indonesia:

1. Edi Subkhi (Pengamat pendidikan Unnes) menyebut kebijakan ini sebagai bentuk kemunduran dunia pendidikan Indonesia:

"Sistem di negara-negara maju lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan kebutuhan individual siswa. Ini menunjukkan semangat akomodasi terhadap keberagaman potensi siswa." [IDNTimes]

2. Ina Liem (CEO Jurusanku) menilai:

"Jelas sebuah kemunduran. Saya tidak menemukan alasan logis di balik kebijakan ini. Sulit ditangkis anggapan bahwa menteri sekarang masih ada kecenderungan sakit hati dengan menteri sebelumnya, sehingga kebijakan yang dibuat atas dasar yang penting membatalkan apa pun yang dilakukan Mas Nadiem." [Medcom.id]

3. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji menyoroti inkonsistensi kebijakan pendidikan:

"Jadi kita bisa mengukur misalnya lima tahun Nadiem sudah sampai mana, maka Pak Abdul Mu'ti melanjutkan, kan begitu. Nanti diperhatikan dia sudah sampai tangga ke berapa menuju milestone yang dirancang itu, untuk dilanjutkan lagi. Tapi ini kan enggak, kesannya maju mundur." [BBC]

Protes dan Kekecewaan Masyarakat

Kekecewaan terhadap kebijakan ini bahkan disalurkan lewat karangan bunga yang dikirim ke kantor Abdul Mu'ti di Jakarta. Sebanyak lima karangan bunga dengan berbagai tulisan, seperti:

  • 'Jangan korbankan siswa demi balas dendam kebijakan'
  • 'Uji publik bukan formalitas, anak kami bukan percobaan'
  • 'Pendidikan butuh kepemimpinan bukan ego pribadi'
  • 'Pendidikan bukan tentang rezim, tapi keberlanjutan'
  • 'Gerakan masyarakat 5.0 menolak pendidikan 2.0, karena masa depan butuh inovasi, bukan nostalgia'

Suara Siswa

Ryu, seorang siswa kelas X di sebuah SMA di Jakarta, memberikan pandangannya:

"Dengan adanya ini [penjurusan] jadi bagus, soalnya saya sekelas sama orang-orang yang mengerti di pelajaran itu. Jadi kalau nanya ke mereka gampang dan enak jadinya." Meskipun demikian, dia berharap fasilitas pembelajaran yang disediakan untuk tiap-tiap jurusan nantinya tersedia secara merata. [BBC]

Implementasi yang Direncanakan

Dalam rencana implementasi tersebut:

  1. Siswa yang memilih mengikuti TKA akan wajib mengikuti tes Bahasa Indonesia dan Matematika.
  2. Murid jurusan IPA bisa memilih ujian pada mata pelajaran Biologi, Fisika, atau Kimia.
  3. Murid jurusan IPS akan memilih tes mata pelajaran Ekonomi, Geografi, Sejarah, atau Sosiologi.
  4. TKA tidak wajib diikuti dan tidak menjadi penentu kelulusan, namun bisa digunakan untuk mendaftar ke perguruan tinggi melalui jalur prestasi.

Rekomendasi dari Para Pakar

  1. Penghapusan Dikotomi: Fahmi Hatib, Ketua Umum Federasi Serikat Guru Indonesia, menekankan pentingnya menghilangkan dikotomi antara IPA dan IPS agar tidak ada anggapan bahwa murid-murid IPA lebih pintar dari jurusan lainnya.
  2. Pemerataan Fasilitas: Para pengamat dan siswa menekankan pentingnya pemerataan fasilitas pembelajaran untuk ketiga jurusan, tidak hanya memberikan laboratorium lengkap untuk jurusan IPA.
  3. Peningkatan Kualitas Guru: Ubaid Matraji menekankan bahwa "kunci utama pendidikan Indonesia berada pada peningkatan kualitas guru, bukan pada gonta-ganti kebijakan."
  4. Evaluasi Menyeluruh: Edi Subkhi mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini tidak didasarkan pada evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan sebelumnya.

Perubahan kebijakan pendidikan yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat ini menunjukkan tantangan dalam konsistensi arah pendidikan nasional Indonesia. Meski mendapat dukungan dari beberapa pihak, kebijakan ini juga menuai kritik yang cukup keras dari kalangan pengamat pendidikan yang melihatnya sebagai langkah mundur dalam sistem pendidikan Indonesia.

Post a Comment
Menu
Search
Theme
Share
Additional JS